34 Hari Sebelum Gus Dur Wafat: Pelajaran Hidup dari Kalibata
Hari itu, Jumat, 27 Nopember 2009, saya diminta istri untuk mengantarkan dirinya ke kantor DPP PKB Kalibata. Saya bertanya, "Ada apa?". "Ada rapat dengan Gus Dur jam 7 malam nanti" jawabnya. Kamipun berangkat dari Tebet menuju DPP Kalibata selepas Shalat Ashar.
Sebagai salah satu Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB hasil Muktamar Parung, istri saya hampir setiap hari menemani Gus Dur jika ada orang daerah yang ingin bertemu Gus Dur untuk menanyakan perkembangan PKB pasca kekalahan DPP hasil Muktamar Parung di Mahkamah Agung. Terkadang tamu-tamu tersebut bertemu di PBNU atau di Kantor PKB Kalibata, atau bahkan di Rumah Gus Dur di Ciganjur.
Enam belas bulan pasca gugatan PKB Parung ditolak oleh MA melalui keputusan No. 441 Kasasi/PDT. Sus/2008 tanggal 17 Juli 2008, pemandangan berbeda dengan sebelumnya terjadi di Ciganjur dan Kalibata : Pengurus PKB yang biasanya dekat dengan Gus Dur mulai menjauh, hanya tersisa beberapa beserta para loyalis dari daerah.
Meskipun demikian, Mantan Ketua Umum PBNU dan Presiden RI ini tetap menunjukkan sikap yang biasa saja, bahkan terkadang masih guyon dan tertawa renyah dengan beberapa tamunya.
Sore itu kami berdua sampai di Kantor DPP Kalibata, meski rapatnya masih jam 7 malam. Ketika itu waktu masih menunjukkan jam 5 sore, tetapi mobil Gus Dur sudah ada di pelataran DPP Kalibata.
"Mas, sampean sebaiknya salaman dulu ke Gus Dur, sebelum meninggalkan Kalibata."
Saya akhirnya bersama istri menuju ruang Ketua Dewan Syuro di DPP Kalibata. Begitu saya masuk, pemandangan sepi dan situasi ruangan Gus Dur yang kelihatan kurang terawat, pelindung dinding yang mulai terkelupas, meja yang alasnya sudah lusuh, tamu yang biasanya ramai menjadi jauh berkurang.
Ketika saya masuk ruangan, Gus Dur tengah mendengarkan audio book di kursi beliau dengan kepala tertunduk. Paspampres yang mengawal Gus Dur mempersilahkan kami berdua untuk duduk di sofa depan meja Gus Dur, sembari menunggu Gus Dur selesai mendengarkan audio book.
Beberapa saat kemudian dua orang Paspampres keluar sembari menunggu GD di ruang tengah DPP Kalibata. Sembari menunggu Gus Dur untuk bisa salaman, istri mengatakan sesuatu ke saya "Gus Dur itu meskipun rapat jam 7, tapi jam 5 sudah stand by di tempat rapat."
Tak lama berselang kami berdua terkejut, Gus Dur tiba2 mengeluh kesakitan "Aduh!" sambil memegang dadanya. Kami berdua panik dan bingung antara memanggil paspampres di luar ruangan atau menuju ke arah Gus Dur. Rupanya Paspampres mendengar suara keluhan Gus Dur, seketika itu Presiden keempat RI itu dibopong untuk di tidurkan di sofa tempat kami duduk.
Gus Dur lagi-lagi mengeluh kesakitan "aduh! " dan tangannya tetap ditempelkan di dadanya. Saat itu istri menyarankan ke aspri dan paspampres untuk membawa Gus Dur ke RSCM tempat yang selama ini dipilih untuk berobat.
"Gus, monggo perikso dokter, rapat mangke dalu dipun tunda kemawon" ujar istri ke Gus Dur.
Tetapi Gus Dur menjawab lirih, "Mboten Mbak Anisah, Rapat tetep mawon".
Gus Dur seperti tak menyerah dengan kondisi sakitnya agar tetap bisa rapat malam itu. Beberapa saat kemudian Gus Dur merasakan kondisinya membaik dan bisa dipakai duduk dan minta diantar lagi ke meja kerjanya yang menghadap ke arah barat. Rapat malam itu betul-betul terjadi dan langsung dipimpin oleh Gus Dur meskipun kondisinya kelihatan lemah.
Pulang rapat saya tanya ke istri, "apa hasil rapatnya?"
"Gus Dur ngersakke Muktamar Luar Biasa untuk mengganti Muhaimin, Gus Dur menunjuk Pak Muhyiddin Arubusman sebagai Ketua Panitia" jawab istri.
Kiri - Kanan: Muhaimin Iskandar, Abdurrahman Wahid, Yenni Wahid. Doc: fb.com/Imron Hamid |
Setelah peristiwa rapat itu, beberapa hari berikutnya, kondisi kesehatan Gus Dur semakin memburuk dan harus dirawat intensif di RSCM. Beberapa kali kami berdua masih sempat sowan Gus Dur di RSCM sebelum kami ijin balik ke Malang.
Tigapuluh Empat hari setelah peristiwa Kalibata itu, Gus Dur dipanggil untuk kembali kepangkuan penciptanya tanpa memberi arahan bagaimana kelanjutan keputusan rapat bersejarah itu.
Kullu man 'alaiha faan. Cucu Hadratus Syech Hasyim Asy'ari ini wafat meninggalkan kita sehari menjelang pergantian Tahun 2009 atau hampir 1,5 tahun pasca kekalahan kasasi PKB Parung di MA.
Satu hal penting yang perlu diambil hikmahnya dari peristiwa ini: Gus Dur mengajarkan kita untuk tak pernah lelah memperjuangkan kebenaran, sesulit apapun keadaannya tetapi dengan penuh kejembaran manah.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu.
Wallahu a'lam bisshawab.